Pages

Friday, November 12, 2010

Aku Makin Seperti Mama? #1

Dari dulu Mama selalu hobi mengoleksi barang-barang mungil. Apakah itu guci,peralatan masak, dll.. padahal, barang-barang itu g bisa dipake juga... :)
cuma koleksi, kata beliau.. kalau Mama ke luar kota..Mama suka bertandang ke pasar-pasar tradisionalnya, bahkan ke pasar-pasar barang second. Disana biasanya ia menemukan barang-barang itu.
Dulu aku cuma geleg-geleng lihat kebiasaan Mama yang satu itu..
eh..sekarang...
hobi kami jadi sama
aku juga jadi suka lihat barang-barang sejenis itu..karena belum punya uang, aku baru sebatas 'suka lihat'..belum bisa beli-beli..Kalau Mama beli barang-barang itu, g ada lag protes-protes keluar dari mulutku..

Sekarang, kalau ke supermarket atau ke pusat perbelanjaan mana aja, pojok rak-rak yang aku suka adalah rak-rak tempat barang-barang dapur.. Jadi suka lihat panci, penggorengan,,mangkuk-mangkuk lucu..mug-mug unik, sendok, dll....menarik b(^_^)d

Monday, October 25, 2010

Tidak Ada Rasa=An-Estesi?

tertanggal 27 September 2010, aku kembali ke kehidupan normalku yang menggiriskan setelah libur panjang (yang tidak benar-benar libur, karena harus ikut KKN) selama 3 bulan.

Koas--koeh--dokter muda

welcome back!!

nggak tanggung-tanggung, setelah tubuh ini agak terbiasa dengan kebebasan tanpa keterikatan, aku ditempatkan di siklus anestesi. Penempatannya memang jadi aneh. Karena, kalau ikut alur yang seharusnya (kayak emang ada alur siklus resminya aja), setelah siklus bedah kemarin aku akan masuk siklus PH (public health) atau Mata. Yah, bukan berarti aku mau santai-santai atau apa, tapi paling nggak di dua siklus itu nggak ada dinasnya. Juga, aku kan mau ikut Antibiotic 6....huhuhu

Hari pertama, kami sudah berkumpul di lantai 3 Instalasi Bedah Sentral pukul 07.30. Hmmm...harusnya pengalaman 2 siklus sebelumnya sedikit mengajarkanku..bahwa hari pertama ini nggak ngapa-ngapain, cuma nunggu sampaai kira-kira jam 11-an. Tapi tak pa-pa lah. Itung-itung kumpul-kumpul sama teman-teman karena udah lama nggak ketemu. Cerita kami sudah melebar kemana-mana, tapi masiiih belum juga. Trus, nggak lama kemudian, ada kabar bahwa kami yang ber-40 di siklus kecil ini nggak diterima semuanya. Harus ada yang cuti dulu, dan caranya dengan lotting nama. Teman-teman pada nggak mau cuti, alasan mereka "bilo ka tamat lai..",,,atau "ndak nio do, ambo alah gaek".....atau, "ndak do, siklus patamo ambo alah maulang pulo"

Aku waktu itu...deEp inSiDe My hEArt....mau aja cuti. Selain mood buat koas yang belum balik, aku juga mau fokus ke Antibiotic, dan mau hadir. Tapi ternyata, kabarnya ada perundingan antar konsulen-konsulen di dalam sana, dan akhirnya setuju menerima kami semua. Hufft...bagaimanapun, alhamdulillah....

Ada orientasi dulu. Kami dibekali apa-apa aja yang harus dilakuin di anestesi, ada pembagian baju anestesi dengan jaminan uang 100 ribu rupiah, trus juga pembagian log book. Aku rencananya waktu itu nggak ngambil baju anestesi itu, cuma mau pakai baju OK yang merah, karena dibilang si Ibuk yang ngurusin baju, bajunya itu nggak cukup buat 40 orang. Tapi pas di akhir, aku lihat baju-bajunya berlebih. Aku lihat, ukurannya XXL..gede banget! mau ah... dan akhirnya aku ambil... :)

kelompok pun dibagi. Aku dapat jadwal dinas pertama hari Rabu. Namun waktu itu, seorang temanku, Resti, yang dijadwalkan dinas hari Senin itu, punya sebuah agenda syar'i yang harus dihadiri. Jadilah aku menggantikannya... lagi-lagi aku dinas di hari pertama...ckckckck

Dinas pertama, dapat di OK IGD. Asli, MELELAHKAN! ampun.... bakat 'pembawa pasien' ku masih kuat...huh huh

hmm...hijab
pertama, hijab diri
hari pertama dinas itu, aku masih memakai kaus kaki, dan jilbab yang dalam (plus yang tadi, baju OK yang super gede). Trus pas mau subuhnya, seorang Ibu perawat, yang jilbabnya juga terjulur, mengingatkan. Kata beliau, di OK Sentral jangan pake kayak gitu, ntar dipermasalahin beberapa konsulen yang sensitif terhadap masalah itu..
hmm..baiklah Bu..saya mengerti. Saya sudah banyak mendengar setiap masuk OK sewaktu di THT dan Bedah.

Besoknya, 2 orang temanku, Rani dan Resti,memakai jilbab yang sangat dalam ke OK Sentral. Juga kaus kaki. Aku? aku memakai jilbab yang dari kampus, masih bisa kuusahakan menutup dada.
Trus, nggak lama, ada perawat yang ngomong sama Rani
"itu jilbabnya bawa dari luar ya? kok nggak jilbab OK yang dipakai?" (jilbabnya warna ungu kok..sama dengan warna bajunya..tapi ada hiasan kancing-kancing gitu..dan itu nggak diperbolehkan.
"Maaf Uni, baru jilbab ini yang ada..bajunya baru dapat kemarin.."
"nggak boleh ya, kayak gitu.. kan kamu bisa pakai topi.."
????!!??!!

Habis itu, ada juga seorang Uda, residen THT yang menasihatinya. Aku dengar waktu itu. Aku tau, Uda itu seorangg yang bagus agamanya (insyaAllah). Kata beliau, jangan pakai kayak gitu lagi..dulu masalah ini sempat meledak,dan beberapa konsulen marah-marah. Sekarang sudah mereda, jangan sampai masalah jilbab itu muncul lagi..

Aku ngomong sama Rani..lebih baik dia di ruang ganti aja sampai selesai, mumpung dia nggak ada OK. Dia setuju, sekalian mau nyelesaiin laporan KKN katanya. Dan besoknya, aku diceritain Rani bahwa dia ketemu Ni Fit, residen THT, dan dia cerita soal itu. Uni cuma tersenyum, bilang "kita turuti aja sekarang dulu. Uni dulu awalnya juga bersikeras, sampai-sampai Uni disidang. Paling nggak sekarang udah lebih baik"

hmm...masih minoritas.
Mudah-mudahan, suatu hari nanti dibolehkan


kedua, hijab lawan jenis
dinas berarti 24 jam bersama tim dinas. Ada cowok ada cewek. Beruntung kalau dapat tim yang cewek semua. Kalau nggak, siap-siaplah untuk 'berbaur' sangat 'akrab'. Tidur di 'gua hira' anestesi, digabung aja cowok-ceweknya. Mungkin karena udah kecapean banget, nggak dipikirin lagi hal-hal lainnya. Cuma, aku merasa siklus ini agak beda, agak lebih baik. Dulu, waktu aku di bedah, aku lihat anak-anak anestesinya emang tidur demppet-dempetan gitu cewek dan cowokya. Mungkin karena space yang sangat kurang..ckckck
tidur, sebisa mungkin ditupi..pake mukenah, kain sarung, atau pake baju dinas


anestesi dibilang nggak ada rasa kayaknya nggak tepat juga.
ada banyak rasa disini
ngantuk berat setiap habis dinas
sedih sewaktu dihukum dinas 2 hari berturut-turut
deg-degan setiap mau lapor preop ke konsulen
haru melihat gigihnya Ayah pasien ICU bolak-balik ngambil obat
senang sewaktu berhasil melakukan intubasi pertama ke pasien
sesak dan nggak bisa nahan tangis waktu ada pasien yang udah dirawat seminggu dengan ventilator akhirnya meninggal
sebel waktu didesak-desak residen bedah
kaget sewaktu keluar hasil lotting nama pengujiku


dan sekarang, Senin, 25 Oktober 2010, pukul 04.08 di ICU, aku masih dinas di ICU. Cuma ada 2 pasien, dan dua-duanya stabil. Semoga mereka sembuh.
Nanti pagi aku melanjutkan ke Interne. Jilbab putihku udah kusiapkan. Semoga aku nggak balik lagi ke anestesi ini sebagai koas--koeh--atau dokter muda. Kalau waktu udah jadi dokter, boleh lah kesini lagi... ^_^

bismillah, my next destination is waiting for me

Thursday, September 16, 2010

Ifthor Jama'i BSMI Cab. Padang, Ramadhan 1431 H

Hari Sabtu, tanggal 4 September 2010, telah diadakan buka bareng BSMI Cabang Padang. Acara ini sudah disepakati sebelumnya, bahwa akan diadakan di rumah salah satu relawan. Dan langsung, dengan semena-mena, sang relawan yang bersangkutan juga menjadi PJ alias Penanggungjawab acara tersebut. Juga disepakati kami tidak menggunakan jasa catering karena percaya diri dengan kemampuan memasak relawan-relawan senior..(padahal alasan utamanya karena tidak ada dana,,,hhe).
Dimulailah persiapan-persiapan...

Sang PJ meminta jasa seorang relawan yang tak diragukan kemampuannya dalam hal ini untuk membuat undangan. Pake denah segala... Denah yang tadinya kayak gambar anak TK disulap menjadi bagus sekali. Hingga terbitlah undangan yang ditunggu-tunggu,


awalnya disepakati bahwa undangan yang dipublish di fb itu (sekali lagi, demi menghemat dana, undangannya tidak dicetak), akan dibikin 'private'. Hanya bisa dilihat oleh para undangan. Tapi, entahlah berhasil atau nggak.. (berhasil g??)


Kemudian, disepakatilah relawan-relawan yang berada di Padang, dan berkesempatan hadir, untuk datang ke lokasi sejak pagi. Tapi jadinya g pagi-pagi juga, janjinya jam 11. Pagi itu, menu apa yang akan dimasak juga belum diputuskan. Akhirnya pagi-pagi, sang relawan yang jadi PJ beranjak ke pasar pagi untuk berbelanja. Ia beli saja sesuka hatinya.. 3 ekor ayam, bumbu-bumbu dasar, sirup melon, nata de coco, dll..

Pulang ke rumah, ternyata relawan-relawan yang akan datang jam 11 masih belum berdatangan. Padahal jam sudah menunjukkan pukul 11 lewat. Katanya ada yang masih menunggu relawan-relawan lain, ada yang masih ada urusan di RS, ada yang ujian skills lab, ada yang kedatangan keluarganya...

Akhirnya relawan yang pertama datang adalah Silfia. Kami pun bersama-sama mencuci ayam. Kemudian disusul Bang Taufik. Bang Taufik lalu sibuk menghubungi yang lain. Tak lama, datanglah para relawan tersebut diangkut oleh puskel BSMI. Ada B
ang Bubuy, Adri, Zakiy, Akhnal, dan Rizky, adeknya Bang Bubuy. Kemudian datang lagi Adik, lalu Benny.

Melihat bahan-bahan yang dibeli si PJ belum lengkap, para koki memutuskan akan berbelanja lagi. Namun, karena takut kulit mereka yang terawat dirusak sinar matahari, juga takut wewangian mereka menguap karena berbaur dengan warga pas
ar tradisional, plus takut merasakan dahaga ekstra karena kepanasan, mereka memutuskan untuk bebrbelanja di foodmart Basko.

Oia Bang Bubuy, ternyata setelah nsa tanya ke Mama, harga cabe saat itu memang sedang turun. Seperempat kg cuma 5 ribu. Jadi emng kemahalan belanja di foodmart, ya iya lah, kita kan mesti bayar pajak dan biaya AC nya. Yang Nsa jawab waktu itu harga cabe waktu Nsa masih di Bonjol,,hhe

Singkat kata, selesailah aneka masakan hingga maghrib menjelang.
Ada gulai ayam, bakwan ungu, cake kering dan cake basah, sambalado ala Akhnal, capcay yang juga didominasi ungu. Untuk lengkapnya tentang menu-menu tersebut, bisa dibaca disini


Alhamdulillah, lumayan banyak orang-orang yang datang... Para relawan bayak yang 'babaso' pas makan..Mungkin bisa jadi evaluasi bagi kita, supaya g prasmanan lagi, biar ga malu-malu lagi ambil makanannya...




BSMI, care for life

Monday, September 6, 2010

Masih Perlukah Wanita Belajar Memasak?


Sebuah pekerjaan rumah tangga yang kini mulai ditinggalkan wanita modern

Hasan mengernyitkan kening ketika menyantap nasi goreng buatan Rahmi, istri barunya. Di bibirnya tersungging sebuah senyum tipis, sementara Rahmi memandang suaminya penuh rasa cemas. Benar dugaannya, hingga kali ketiga ia memasakkan nasi goreng untuk suaminya ternyata belum juga bisa terasa pas di lidah. "Enak...," hibur suaminya sambil meneruskan, "Cuma terlalu asin." Rahmi tersenyum kecut menahan malu.
Setelah hampir sebulan lalu keduanya menikah, baru tak lebih dari dua pekan mereka menempati rumah kontrakannya. Sejak saat itu Rahmi memang harus memasak, mencuci, dan menyeterika sendiri. Pekerjaan-pekerjaan yang tak pernah ia sentuh ketika masih gadis. Ibunya tak pernah mengajarkan pekerjaan-pekerjaan semacam itu kepadanya, dan semasa kuliah pun habis waktunya untuk belajar melulu.
Beruntung, Hasan termasuk suami yang mau mengerti latar belakang kehidupan istrinya, hingga selanjutnya justru Hasanlah yang mengajari Rahmi berbagai resep masakan.

Di era globalisasi ini, semakin banyak gadis yang senasib seperti Rahmi. Sekolah tinggi, pandai, mandiri, tetapi tak bisa memasak, tak suka mencuci ataupun menyapu halaman. Kamarnya penuh buku diktat berantakan, debu di rak buku dan jendela sudah berminggu-minggu belum dibersihkan, tetapi gadis penghuni kamar itu tetap asyik berkutat dengan buku-buku pelajaran dan komputernya.
Jika dilihat dari kesibukan jadwal kuliah dan materi pelajaran yang ekstra berat, kita mungkin bisa memahami mengapa gadis-gadis pandai itu begitu giat belajar hingga melalaikan pekerjaan-pekerjaan teknis. Dianggapnya pekerjaan-pekerjan itu hanya membuang waktu, buang tenaga, tidak bermanfaat, dan terlalu remeh dibandingkan tugas belajar yang berat.
Benarkah pendapat itu?
Tentu saja salah besar. Setiap pekerjaan, seremeh apapun, pasti ada manfaatnya. Khusus untuk pekerjaan-pekerjaan kecil dalam rumah tangga seperti ini, sebenarnya memiliki manfaat cukup besar pula bagi kaum hawa. Apa saja manfaatnya, akan kita bahas berikut ini.


Bukan Pekerjaan Remeh
Pekerjaan memasak, misalnya, akan menajamkan perasaan seseorang. Kepandaian merajang bawang merah dengan sama tipis, sama sekali bukan hal yang mudah. Memperkirakan minyak agar tidak terlalu panas sehingga kerupuk bisa mekar dengan baik sempurna, kuningnya pas, dan tidak terlalu coklat pun butuh kepekaan perasaan. Belum lagi persoalan penataan hidangan di meja makan, bagaimana bisa nampak lebih menarik untuk disantap, semuanya butuh kelembutan perasaan dan keterampilan motorik halus jari-jari tangan. Mencuci, sekilas nampak seperti pekerjaan kasar semata. Ternyata di sana tetap dibutuhkan juga latihan kesabaran. Kaos kaki dekil, hanya bisa dibersihkan dengan menguceknya kuat-kuat berkali-kali. Bagian dalam kerah baju dan saku, perlu gosokan pelan namun teliti karena debunya tersembunyi di bagian yang sulit dikucek. Belum lagi saat menjemurnya. Jika asal-asalan merentangkan jemuran, ketika kering baju menjadi kusut. Tetapi jika dijemur dengan rapi, hati-hati, diluruskan serat-serat kainnya, maka baju akan lebih terawat rapi, tak mudah kusut maupun molor. Begitu juga dengan meyeterika, membutuhkan latihan kesabaran yang tak ringan. Untuk bisa menyeterika kerah baju, bahu yang letaknya menyudut, lipatan-lipatan rok yang harus ditata satu demi satu, semuanya tak bisa dikerjakan dengan kasar dan sembarangan dan membutuhkan ketrampilan motorik halus jari-jari tangan pula.
Bagaimana dengan membersihkan kamar, menata buku, atau memasang vas bunga di meja, apakah semuanya pekerjaan remeh? Sama sekali tidak, karena semua ini akan mempertajam kepekaan para gadis terhadap kebersihan dan keindahan rumahnya kelak. Jika terbiasa dengan kamar seperti kapal pecah, lantas siapa yang nantinya berinisiatif memperindah rumahnya kelak? Padahal merawat bunga dalam pot bukan hal yang ringan. Membersihkan debu di sela-sela susunan buku, di sudut-sudut jendela pun butuh ketelatenan. Apakah harus suami yang mengerjakannya? Atau menggantungkan kepada pembantu? Ada pembantu pun tak akan berguna, jika majikannya tak peka terhadap kebersihan dan keindahan rumah.

Persiapkan Gadis-gadis Kita
Walaupun kita merasa sebagai orang modern, jangan sekali-sekali merasa tak perlu mengajarkan ketrampilan-ketrampilan rumah tangga kepada gadis-gadis kita. Apapun kesibukan mereka, latihlah gadis-gadis itu untuk bisa (walau tak harus pandai) memasak, menjahit, mencuci maupun menyeterika. Seperti yang sudah kita bahas, pekerjaan-pekerjaan tersebut turut berperan dalam membentuk karakter feminin dalam kepribadian mereka. Jika gadis-gadis trampil melakukan pekerjaan-pekerjaan tersebut, kepekaan perasaan bisa tetap terjaga, juga kepekaan terhadap kebersihan lingkungan dan tumbuhlah pula cita rasa keindahannya. Kelembutan tangan dan kelincahan motorik halus jari-jari tangan mereka pun tetap terjaga. Dan pada akhirnya, semua itu akan membantu menghaluskan kejiwaan mereka, menumbuhkan kesabaran dan ketelatenannya. Kepribadian yang halus dan lembut seperti ini akan menyeimbangkan kemandirian, kepandaian dan kemampuan rasio yang mereka dapatkan dari sekolah-sekolah formal yang ada.
Di jaman kehidupan Rasulullah, gadis-gadis telah mendapatkan pelajaran mengenai kehidupan berkeluarga sebelum mereka baligh. Sehingga ketika datang saat baligh, mereka telah dewasa dan siap untuk menjalani hidup pernikahan. Apakah terlalu muda? Tidak, karena kepribadian mereka telah cukup matang. Jauh berbeda dengan kepribadian gadis-gadis usia baligh sekarang, yang justru sedang berada dalam masa kritis sebagai remaja yang sedang mencari jati diri. Ini semua gara-gara para orang tua lalai untuk mendewasakan gadis-gadis mereka sebelum baligh.
Karena keadaan memang sudah berbeda, kita pun tak bisa melawan arus dengan mudah. Anak-anak gadis kita tetap harus mengikuti pola perkembangan masyarakat kita, tetapi jangan sekali-sekali lupa untuk tidak memberikan kebutuhan pendidikan kepribadian yang paling mereka butuhkan untuk masa-masa berkeluarganya kelak. Bukankah suami akan lebih sayang jika istri yang memasakkan makanan untuknya?

“dan bekerjalah kamu, maka Allah dan RosulNya serta orang-orang mukmin akan melihat pekerjaanmu dan kamu akan dikembalikan kepada (ALlah) yang maha mengetahui yang ghoib dan yang nyata”

Thursday, September 2, 2010

Revolusi Hijab


12072010
Bus kota yang mengangkut kami dari kota Padang tadi berlalu meninggalkan kami di depan sebuah rumah yang terlihat sederhana namun asri. Aku tergopoh-gopoh membawa barang-barangku yang cukup banyak ke dalam rumah. Disana, kami disambut oleh keluarga penghuni rumah tersebut dengan ramah sekali. Namun, mungkin karena di antara kami berempat juga baru kenal, suasana memang sangat canggung.
Tak lama, mengingat senja semakin berlalu, dan kami belum shalat maghrib, kami pun meminta izin untuk shalat. Uni si pemilik rumah kemudian menunjukkan sebuah kamar tempat aku dan teman sekelompokku yang perempuan akan tempati.
Memasuki kamar, hmm...penerangan yang sangat tidak baik untuk kesehatan mata. Lantai beralaskan tikar plastik yang disambung-sambung. Dinding yang belum di cat.
Aku baru menyadari. Kami -anak KKN di jorongku ini- akan tinggal 1 rumah. Belum lagi laki-laki dewasa yang ada di rumah itu, ada 2 orang. Jilbab, sudah jelas.. tapi memakai kaus kaki sepanjang hari...?? belum kubayangkan sebelumnya.
Dimulailah saat selesai shalat maghrib hari itu.

*
*
Hari kedua KKN saja aku sudah dibuat kaget oleh banyak hal. Pagi itu teman-teman yang cowok mengajak jalan keliling jorong. Namun temanku yang cewek itu tidak memakai jilbab keluar rumah. Ia cuma memakai baju tidurnya. Ini fenomena baru bagiku...; ada anak kuliahan yang tidak memakai jilbab keluar rumah. Oke, aku sering mendengar beberapa orang yang tidak memakai jilbab jika berada dilingkungan rumahnya. Namun kalau disana, kan akan bertemu teman-teman kuliah yang lain, sama aja seperti di kampus. Jadi apa gunanya ia memakai jilbab ke kampus?

Kami berjalan kaki, menyapa setiap orang yang dijumpai. Kami sampai di jorong tetangga. Mampir ke rumah tempat anak KKN jorong tersebut tinggal. Keluarlah salah seorang anak KKN nya yang cewek. JUGA tidak memakai jilbab. Ckckckck...semakin heran aku...

Jujur, setidaknya, aku telah sedikit mewaspadai hal ini. Aku membawa banyak sekali kaus kaki.
dan ternyata, lantai dapurnya termasuk bukan tipe 'lantai kering', jadi agak lembap-lembap gitu.. Namun untungnya, aku juga membawa sandal kain yang buat di rumah. Jadi setiap ke dapur, aku memakainya.
Tapi, yang tetap sulit adalah membuka dan memakai kaus kaki setiap akan masuk dan keluar kamar mandi. Belum lagi jika sedang ada laki-laki di dapur, atau sedang menunggu antrian ke kamar mandi di depan pintu. Ditambah lagi, sebagian mereka tidak mengerti. Sering, setiap aku akan keluar kamar mandi,aku buka pintu sedikit untuk melihat keadaan di luar. Karena aku memakai kaus kakinya di luar kamar mandi, soalnya kalau di dalam kamar mandi jadi basah dong kaus kakinya... Lalu saat aku lihat keluar, ternyata ada laki-laki lagi nunggu di dekat sana, melihat aku membuka pintu. Kemudian aku masuk lagi dan tutup lagi pintunya, berharap dia mengerti dan agak menjauh dari sana. Tapi sewaktu aku buka pintu lagi, ternyata dia masih berdiri disana dan masih melihat ke kamar mandi....aduuhh..... Ini adalah salah satu hal yang membuatku ingin cepat-cepat menyelesaikan KKN.



Banyak juga pertanyaan yang hinggap. Suatu hari seorang adik berumur 5 tahun bertanya,
"Kakak kok pakai kaus kaki terus? dingin ya?"
aku jawab, "iya..."
dia bilang, "buka lah kaus kakinya Kak..." (sambil mengarahkan tangannya ke kakiku, ingin membuka kaus kakiku)
aku menghindar, "eh...jangan...Kakak suka pakai kaus kaki..."

Belum lagi dalam keseharian yang lain. Abang yang tinggal di rumah itu pernah bilang padaku, entah dia bercanda entah serius..
"Nissa bapaham-paham bana gaya Nissa beko awak karajoan Nissa ko. Anak KKN dulu ado nan bantuak Nissa pulo, bajilbab taruih. Awak suruak an jilbabnyo, manangih-nangihnyo."
Indonesian version: “Nissa kalau serius-serius kali nanti saya kerjain. Anak KKN yang dulu juga ada yang seperti Nissa, pakai jilbab terus. Saya sembunyikan jilbabnya, trus dia nangis-nangis”

Aku cuma ngucap mendengar itu..dan timbul ketakutan yang lumayan besar dalam hatiku. Mungkin Abang itu berbicara demikian karena aku tidak mau duduk-duduk di ruang tamu sama yang lain. Pemuda-pemuda jorong lumayan sering main ke rumah itu. Aku tidak mau ikut duduk disana buat ngobrol-ngobrol. Sedangkan temanku yang perempuan mau. Jadi kesannya aku tidak mau sosialisasi. Sejak itu aku agak mencairkan diri. Tetap memakai prinsip, “berbaur tapi tidak melebur”. Aku lebih memilih ini, sebelum ancaman tadi benar-benar diwujudkan.

Namun lama-kelamaan nada pertanyaan-pertanyaan mulai berubah. Seiring dengan ke-konsisten-an yang aku perlihatkan. Suatu hari Nenek di rumah itu pernah bertanya,

“Nissa pesantren dima dulu?”

Aku jawab, “ndak pesantren do Nek..”

Nenek: “apo dulu? MAN? Tsanawiyah?”

Aku jawab: “ndak pernah masuak sekolah agama do Nek..”

Tiba-tiba Uninya datang. “Nissa urang Padang Panjang Mak..urang sinan agamonyo kuek..”

Aku mesem-mesem aja..

Atau sewaktu mandi di sungai. Kami –aku, teman KKN ku yang cewek, beserta adek-adek cewek yang ada disana- pergi ke tempat yang sepi. Hanya sesekali ada orang yang lewat untuk menyeberangi sungai. Aku ikut mandi di sungai, namun tetap memakai jilbab dan memakai rok. Susah..sekali melawan arus karena memakai rok begitu. Namun ya bagaimana lagi..berenang adalah hobiku..makanya aku juga bercita-cita jadi orang kaya agar bisa bikin kolam renang sendiri,,,hhe.... (ngelantur dikit... J )

Sewaktu memakai sampo, aku pakai di dalam jilbab. Adek-adek itu cuma heran melihat tingkahku. Mungkin dalam pikiran mereka,,, “Kak Nissa ni kok begini kali ya...?”

Namun ternyata, lama-lama mereka turut menjaga aku. Pernah waktu itu aku mandi pakai lengan pendek, namun jilbab yang dalam sehingga tanganku bisa ditutupi. Sesaat aku lengah, ternyata ada orang yang lewat, laki-laki. Adek-adek itu langsung bilang “Kak, ada laki-laki Kak...!”

Juga saat akan berganti pakaian, mereka tiba-tiba sudah berdiri mengelilingiku dan membentangkan handuk-handuk mereka yang besar-besar sambung menyambung untuk menutupi aku. Jujur, aku terharu...

Hari kian berganti.. Aku dan adek-adek itu semakin dekat. Sering aku dengar terujar dari mereka begini “Thia nio bana pakai jilbab bantuak Kak Nissa..”

Suatu hari ia bertanya,

28082010

Thia (T) :”Kakak sejak kapan pakai jilbab Kak?”

Aku (A) : “sejak SMP dek...”

T : “langsung kayak gini Kak?”

A : “hmm...waktu SMP tu Kakak pakai jilbab ke sekolah. Terus keluar rumah juga pakai.. Tapi kalau ada tamu ke rumah, Kakak belum pakai... trus waktu SMA Kakak udah pakai jilbab terus kalau ada tamu laki-laki ke rumah. Manset juga udah. Tapi nggak pakai kaus kaki kalau di rumah walau ada non muhrim nya.. Waktu kuliah baru lengap..”

T : (kepada temannya) “tu kan...nggak langsung kayak gini...bisa berangsur-angsur...”

(kepadaku) “Thia mau pakai jilbab Kak, tapi orang sini suka meledek...”

A : “ngapain kata orang dipikirin...coba pikirin apa kata Tuhan...”

T : “tapi kami nggak punya banyak baju lengan panjang Kak...”

A : “pake aja jaket kalau keluar rumah..”

T : “tapi shalat aja kami belum penuh 5 waktu sehari Kak..”

A: “jadikan jilbab itu yang menjaga kita.. Kan malu kalau orang bilang ‘pakai jilbab tapi nggak shalat!’, akhirnya kita jadi shalat. Daripada dosanya double..udah nggak shalat, nggak pakai jilbab lagi..”

Banyak lagi yang jadi kendala bagi mereka..sebisa mungkin berusaha dipatahkan.

29082010

Semalam aku berbuka di Lb. Sikaping. Baru pulang sudah agak larut, hampir semua penghuni rumah sudah tidur. Saat sahur, aku dikejutkan oleh Thia yang sudah memakai jilbab. Senang sekali melihatnya.

Saat subuh, aku mendapat kabar buruk yang menuntut aku agar ke Padang.

Hari itu, aku belum tahu bahwa semua adek-adekku disana sudah memakai jilbab.

30082010

Aku kembali ke Bonjol sore hari. Aku disambut bidadari-bidadari cantik itu, yang sekarang sudah menutup auratnya. Senang..alhamdulillah.. Jujur, lebih membanggakan daripada berhasil melntik dokter-dokter kecil... J

31082010

Perpisahan tiba... mereka semua menangis.. dalam tangis itu, aku meminta mereka berjnji untuk tetap memakai jilbab selamanya. Mereka mengiyakan.. Ya Allah, jaga lah adik-adikku itu...berikanlah keistiqamahan bagi mereka untuk mempertahankan hijabnya. Buatlah mereka menjadi agen-agen baru untuk perubahan di daerah tersebut...ke arah yang lebih baik..


Wednesday, August 25, 2010

Benar-benar Menang

Dulu, ntah tahun berapa aku tak ingat, saat kembali ke Padang setelah hari raya Idul Fitri, muncul di pikiranku yang waktu itu masih seorang anak kecil, "selesai..lebaran selesai. Gitu aja? sekarang balik lagi ke rutinitas seperti biasa. Bosannyaa hidup ini.. tahun depan lebaran lagi, trus seperti biasa lagi,,huh...sampai mati akan seperti ini terus"

Seingatku, (semampu aku mengingat kejadian-kejadian yang ada dalam hidupku), aku belum pernah merasakan lebaran di kota Padang. Walau, aku bisa dibilang tidak pernah beranjak dari kota tersebut. Lahir, tumbuh, sekolah, semuanya di Padang (setidaknya sampai saat ini). Namun, ya, begitu..momen lebaran terlalu 'biasa' untuk dirayakan di Padang bagi orang yang punya kampung seperti aku. Setiap tahun selalu berganti-ganti. Jika tahun ini berlebaran di Padang Panjang, tahun depan mesti di Payakumbuh. begitu terus, ganti-gantian antara kampung Mama dan kampung Papa. Jika shalat 'ied nya dilakukan di Payakumbuh (Suliki lebih tepatnya), sore atau malam harinya kami harus segera berangkat ke Padang Panjang. Pokoknya adil..!

Kedekatan dengan keluarga? Jangan ditanya... Kami termasuk keluarga yang masih menjunjung tinggi adat istiadat Minangkabau. Silaturrahim antar keluarga, walau jika ditelusuri hubungannya ada pada kakeknya nenekku, tetap dijaga. Masalah panggilan juga sangat diatur oleh Mamaku. Tidak ada cerita suami dari Tanteku dari pihak Mama dipanggil 'Om', karena ia adalah 'Bapak', jadi panggilannya 'Pak Etek', walau sebagian orang berpikir akan lebih bagus kedengarannya jika panggilannya 'Om'. Seseorang yang seumuran Abangku pun bisa dipanggil 'Mamak', karena kedudukannya dalam silsilah keluargaku ternyata sejajar dengan Mamaku.

*

*

Lebaran, memang ditunggu-tunggu. Bisa aku sebut, Ramadhan dan Idul Fitri adalah poros kehidupan dalam setiap tahun. Bukan tengah tahun, walau disana ada momen kelulusan SPMB dan aku diterima di FK Unand dan Abangku di ITB. Bukan bulan April, Juli, atau Oktober, walau disana ada event wisuda. Bukan bulan Maret, walau bulan tersebut anniversary-nya Mama-Papa maupun hari pernikahan Uda ku. Bukan.. Seluruh waktu dan tenaga sepanjang tahun tercurah pada satu waktu. Hari kemenangan yang besar setelah sebulan penuh mengalahkan hawa nafsu. Kapan lagi saat berkumpul dengan keluarga besar dengan hati yang riang gembira dan insyaAllah telah berhasil diputihkan? Aku rasa non muslim pun iri melihat kita ummat Islam punya hari tersebut. Kita tidak sekedar menjalani hari-hari seperti biasa, dan tiba-tiba menghias pohon kemudian bersuka cita merayakan hari kelahiran seseorang entah siapa.

Lebaran bukan rutinitas. Selalu ada perasaan yang meluap-luap setiap ia datang. Entah apa yang kau cari dalam hidup jika kautidak bisa merasakan perasaan sejenis itu.


15 hari lagi.

Manfaatkan itu. Jangan kita sia-siakan kesempatan mensucikan diri pada bulan ini. Jangan rela jika hanya ikut-ikutan merayakan idul fitri, tanpa dapat merasakan esensinya.

Untuk yang jauh dari keluarga, pulanglah... Bayangkan senyuman mereka dan senyumanmu yang akan merekah saat bertemu nanti.

Thursday, July 29, 2010

BILA


Bila dunia ini menyodorkan masalah yang tidak dapat kau tangani sendiri,
jangan berusaha
menyelesaikan masalah itu.
Tetapi, letakkanlah
masalah itu di dalam doamu (Untuk diselesaikan Oleh Tuhan).
"Aku
akan menyelesaikan masalahmu sesuai JADWAL yang Aku tentukan sendiri. Semua masalahmu PASTI akan Aku selesaikan, tetapi sesuai jadwalKu, bukan jadwalmu."
Setelah
semua masalahmu kamu letakkan dalam doamu, janganlah kamu pikirkan dan khawatirkan. Sebaliknya, fokuslah kepada semua hal-hal baik yang sedang terjadi padamu sekarang.


Bila
kamu terjebak kemacetan dijalan,
janganlah
marah,
sebab masih banyak orang didunia ini yang
tidak pernah naik mobil seumur hidupnya.


Bila
kamu berhadapan dengan masalah di tempat kerja,
berpikirlah bahwa masih banyak orang yang
menganggur bertahun-tahun tanpa pekerjaan.


Bila
kamu sedih karena hubungan keluarga,
pikirkanlah
orang-orang yang belum pernah merasakan mencintai dan dicintai.


Bila
kamu merasa bosan dengan akhir minggu,
pikirkanlah orang-orang yang harus lembur siang
malam tanpa libur untuk menghidupi keluarga & anak-anaknya.


Bila
mobil kamu mogok & mengharuskan kamu berjalan kaki,
janganlah marah,
pikirkanlah
orang-orang cacat yang sangat ingin merasakan berjalan diatas kaki sendiri seperti kamu sekarang.


Bila
kamu melihat dicermin rambutmu mulai beruban,
janganlah bersedih,
sebab mempunyai rambut
hanyalah merupakan impian bagi orang-orang yang dalam perawatan kemoterapi.


Bila
kamu merenungi makna hidupmu didunia ini & merenungi apa tujuan hidupmu ini?
Bersyukurlah,
karena banyak orang yang tidak punya kesempatan hidup yang cukup lama untuk merenungi hidup mereka.

Bila
kamu merasa tidak nyaman karena terkena imbas dari kemarahan dan kekecewaan orang lain, ingatlah, situasi bisa menjadi jauh lebih buruk; yaitu kamulah yang merasakan kemarahan & kekecewaan tersebut!




God
has seen you struggling,
God says it's over

Tuesday, July 6, 2010

Batal Menikah

Kali ini aku ingin menceritakan sebuah kisah nyata.

Sebut saja namanya N. Hari itu N masih harus berada di rumah sakit hingga malam hari karena merupakan jadwalnya untuk dinas malam. Di kesempatan dinas kali ini, ia menjadi dekat dengan seorang seniornya yang jarak angkatan mereka sangat jauh (beberapa tahun). Ia merasa cocok dengan Kakak senior itu, karena prinsip yang ia temui pada Kakak tersebut membuatnya lumayan merasa nyaman. Tetap memakai kaus kaki walau memakai sandal di waktu dinas dan jilbab yang selalu terjulur bisa jadi beberapa contoh. Mereka banyak bercerita (kebetulan pasien sore itu lagi sepi), hingga sampailah pada topik berat badan. Kakak yang sangat manis dan keibuan itu mengaku bahwa dulu ia tidaklah gemuk. Berat badannya naik drastis sejak sebuah peristiwa terjadi padanya. Hmm...apa itu? Ternyata ia pernah mengalami yang namanya "batal menikah". N pun menjadi penasaran,,kemudian mengalirlah cerita dari sang Kakak.

Beberapa tahun lalu, mungkin saat Kakak tersebut masih di preklinik, ia pernah menjalani sebuah proses ta'aruf dengan seorang ikhwan. Hingga akhirnya mereka berdua sepakat untuk menikah. Sang ikhwan (sepertinya seorang dokter), saat sudah dekat dengan waktu yang direncanakan untuk menjadi waktu melangsungkan pernikahan mereka, ternyata mendapat tawaran untuk PTT di daerah Aceh. Dan tawaran tersebut berasal dari Ibu sang Kakak yang berusaha mencarikankesempatan PTT untuknya. Ia pun menerima, dengan konsekuensi, mereka harus mengundur rencana mereka di awal.

Jadilah sang ikhwan menjalani PTT di daerah tersebut, bertahun-tahun. Selama itu, ia dan Sang Kakak tetap berhubungan. Mereka berdua yang awalnya bertekad untuk tidak pacaran, menjadi 'seperti berpacaran'. Sang Kakak terkadang juga mengirimkan makanan untuknya yang berada di negeri orang.

Waktu terus berlalu..menanti jawaban dari kisah mereka. Will it be a happy ending, or...?

Komunikasi pun berkurang. Hingga akhirnya mereka berdua memutuskan untuk megakhiri hubungan mereka. Hmm...

Tak lama, terdengarlah berita bahwa sang ikhwan akan menikah. Entahlah itu dengan siapa.

Bagaimana dengan si Kakak?

Yap, ia masih disini. Mungkin kompensasi, atau apalah namanya, hal itu memicunya untuk banyak makan ataupun ngemil, sehingga beratnya menjadi bertambah lebih kurang 10kg.

Hufftt......


Hari pun semakin gelap. Sudah wajar sepertinya bagi yang dinas untuk bergantian minta izin pergi makan. Sang Kakak mengajak N untuk pergi makan bareng.

"makan dimana Kak?" tanya N

"belum tahu, kita lihat aja ntar... Kita dijemput." Kata Kakak nya

N setuju. Sambil menunggu jemputan, mereka pun masih sempat mengerjakan keperluan pasien IGD yang tiba-tiba menjadi banyak. Tak lama setelah itu,

"N, jemputannya udah datang, yuk..."

Mereka pun menyelinap dari pandangan para residen yang sedang sibuk untuk pergi makan.

Di luar IGD, sudah menunggu sebuah mobil avanza berwarna silver. Sang Kakak naik di bangku depan, dan N naik di bangku tengah.

Siapa yang menjemput itu?

Hmm...bisa dibilang 'hampir' menjadi pacar sang Kakak.


Mereka pergi makan di tempat yang agak jauh (dasar pato). Di tempat makan, sang Kakak dan si cowok itu duduk bersebelahan, dan N duduk di hadapan mereka, menjadi pengusir nyamuk yang hendak mendekat.

"Kak,,bukannya bertekad nggak pacaran????"

Monday, June 14, 2010

Tanpopo







Beberapa teman pernah bertanya,”kenapa suka banget sama dandelion?”

Hmm...lumayan sering mendapat pertanyaan seperti itu.

Sering jadi profile picture fb, background blog, gambar di buku agendaku, nama bluetoothku, dll. Sekarang pun juga,,saat aku memilih background yang ditawarkan blogger (dengan cara yang lebih simpel mengubah background), aku hanya tidak sengaja memilih background ini. Saat itu hanya karena tertarik dengan kombinasi hijau dan birunya, rumput dan langit.. namun teryata, sewaktu aku buka blog nya sehingga lebih jelas,eh, ada dandelion nya... *senang senang*

Pertanyaan itu,,mungkin pernah aku jawab pada beberapa orang.

Nah, disini aku akan mencoba menjawab,

Dandelion, atau tanpopo, atau Taraxacum officinale adalah tanaman yang mudah sekali dijumpai di kampungku. Dari kecil, sewaktu bermain dengan adik-adikku, setiap melihat dandelion yang sudah mekar, aku selalu mengambilnya dan meniupnya. Aku dan adik-adikku waktu itu menyebutnya ‘teman’. Jadi, jika kami sedang bermain dan melihat ada tanaman tersebut, adikku akan berkata “Kak Nissa, ada teman...!”

Saat duduk di SMP kelas II, waktu itu adalah masa-masa teman-teman dan aku menggandrungi komik-komik Jepang yang serial cantik itu. Aku baru mengenal komik-komik jenis itu saat itu, karena biasanya aku sangat akrab dengan komik-komik Abangku seperti Dragon Ball (42 jilidnya tamat!), Doraemon, Detektif Conan, Shinchan, dll. Saat itu (mungkin karena lagi puber-pubernya), aku rela menghabiskan uang jajanku yang sangat tak seberapa (berapa lah jajanan anak SMP.....) untuk mengumpulkan sebuah judul komik yang dikenalkan kepadaku dari jilid 1 nya. Judulnya “Imadoki”. Kata teman-teman semuanya ada 5 jilid. Aku pun rajin ke Toko Buku Gramedia untuk mengincar kalau-kalau jilid terbarunya sudah terbit.

Nah, di komik itu, diceritakan seorang siswi SMA bernama Yamazaki Tanpopo yang berasal dari desa dan mendapatkan beasiswa untuk bersekolah di sebuah sekolah elite di kota. Saat mengetahui identitasnya, hampir seluruh warga sekolah itu menghinanya, mengatakan bahwa ia tidak pantas bersekolah disana. Ia selalu dikerjai. Namun, ia tetap bertahan, tetap ceria, bahkan bersedia membantu sewaktu teman-teman yang pernah menginjak-injaknya tersebut dalam kesulitan. Ia dikata-katai sebagai “rumput liar”, sesuai dengan namanya “tanpopo”. Rumput liar seperti tanpopo dapat tumbuh dimana saja, tetap mekar walau berkali-kali diinjak-injak orang, bertahan dalam segala cuaca. Beda sekali dengan bunga-bunga manja yang memerlukan perawatan khusus dan mudah layu, serta sangat merepotkan pemiliknya.

......sejak saat itu aku menjadi tambah suka dengan tanpopo...... ^_^

Tanpopo, rumput liar

Tiupkan semangatmu