Pages

Wednesday, March 6, 2013

Diary Umroh 2: Masjid Nabawi

Masjid Nabawi sore hari
Senin subuh, 18 Februari 2013, kami bangun untuk bersiap-siap shalat di Masjid Nabawi. Mulut ini masih tak henti-hentinya berdecak kagum melihat keindahan Masjid ini. Di terasnya berdiri payung-payung yang terlihat seperti tiang saat sore hingga pagi. Payung-payung ini baru dibuka saat setelah shalat subuh, agar jamaah yang beribadah di teras masjid terlindung dari panas matahari.

Semua bagian masjidnya bersih. Kita bisa shalat dimana saja. Dan kata orang, apapun yang berasal dari tanah haram ini suci. Tapi aku gak tahu pasti, belum pernah dengar dalil nya.

Aku, Mama, Buk Asnah beserta mak Andung menuju Female Area. Mak Andung tetap menggunakan kursi roda. Di pintu masuk, kami diperiksa dulu oleh polisi masjid. Mereka semua memakai burqa berwarna hitam. Hanya menyisakan segaris di bagian mata saja bagian tubuhnya yang bisa dilihat. Kami harus memperlihatkan isi tas dulu sebelum memasuki masjid. 
Air zamzam di dalam masjid, bebas diminum sepuasnya

Begitu memasuki masjid, aku disambut pemandangan baru. Ada berpuluh-puluh benda sejenis tangki dibariskan di dalam sana. Seperti galon, tapi terbuat dari logam. Aku tebak itu adalah tempat-tempat air zamzam. Dan benar saja, memang semuanya berisi air zamzam.


Kami terus berjalan ke depan. Saf nya dibatasi pita plastik seperti garis polisi. Jadi kami tidak boleh membuat saf di luar garis itu. Tapi pembatas itu bisa digeser jika jamaah di dalamnya sudah penuh (yang hanya boleh dilakukan polisi masjid), agar bisa masuk yang baru. Jadi tujuannya hanya agar kita memadatkan dulu saf yang di dalam pembatas. 

Bahasa Indonesia
Petunjuk di hijab masjid yang menggunakan beberapa bahasa,
termasuk Bahasa Indonesia, tanpa Bahasa Inggris
Ada satu hal yang membuat saya terkagum-kagum dan bangga sebagai masyarakat Indonesia disana. Petunjuk-petunjuk di dalam masjid banyak yang menggunakan bahasa Indonesia, termasuk tulisan yang ada di pita plastik pembatas tadi. Para polisi masjidnya bisa berbahasa Indonesia. Ya, walau mungkin hanya seperlunya. Aku melihat mereka menyuruh berdiri beberapa Ibuk-ibuk bermukenah yang bandel membuat saf di luar pita pembatas "Ibuk, berdiri, berdiri. Ke depan ke depan" kata mereka sambil menunjuk-nunjuk ke depan agar si Ibuk memenuhkan dulu saf bagian depan.

Ya, mereka langsung mengenali warga negara Indonesia dari pakaian shalat mereka. Sejauh mata memandang, memang hanya muslimah Indonesia yang menggunakan mukenah, dan beberapa warga negara Malaysia. Konon jamaah Indonesia adalah jamaah terbesar setiap tahunnya :D

Aneka Ragam Cara Ibadah
Disana, di bumi Nabi ini, muslim dari berbagai negara berkumpul. Mulai dari bahasa, ras, pakaian, dan termasuk cara-cara beribadah mereka berbeda-beda.
Aku kaget dan bertanya-tanya saat seorang, yang aku tidak tahu dia warga negara mana, sepertinya masih timur tengah, shalat sambil menggendong anaknya yang masih balita. Dia shalat di sampingku, dan saat anaknya menangis, dia mengguncang-guncang gendongannya untuk menenangkan anaknya, padahal sedang shalat!
Sebagian mereka shalat dengan pakaian sehari-hari mereka saja, yang biasanya berupa jubah. Namun tidak sedikit yang shalat tanpa menggunakan kaus kaki, ataupun kerudung yang tidak menutupi seluruh kepala mereka sehingga tampaklah rambutnya di bagian depan. Apakah hal-hal itu tidak termasuk aurat bagi mereka?

Ada juga yang shalat yang dengan sengaja sebelumnya mengembangkan halaman alqur'an yang diinginkannya di tempat sujudnya. Lalu kemudian dia shalat sunnat lamaaaa sekali sambil membaca ayat-ayat di alqur'an yang diletakkannya di sajadah itu.

Masih banyak lagi, mungkin dalam kesempatan lain insyaAllah aku jabarkan lagi mengenai ini :)

Masjid siang hari


Payung-payung masjid sudah dikembangkan


Setelah selesai shalat subuh, langitpun mulai terang. Payung-payung teras mulai dikembangkan. Meski bukan waktu shalat, teras itu tetap ramai oleh jamaah. Ada yang shalat sunnat, berzikir, mengaji, dan juga tidur. Tidak sedikit aku lihat orang-orang yang memang menginap di teras masjid. Mereka adalah orang-orang yang berangkat kesana dengan cara mandiri, dana yang terbatas, tanpa biro perjalanan. Biasanya dari negara-negara yang bisa mencapai Saudi Arabia dengan jalur darat.  

Ini juga merupakan hal yang membuat aku takjub. Seberapapun panasnya cuaca, lantai masjid tetap terasa sejuk. Walau kita menginjakkan di bagian yang tidak tertutupi payung. Dan hal ini juga terjadi pada lantai-lantai Masjidil Haram. 
Apakah mungkin karena kedatanganku kesana sedang dalam musim dingin? Tidak. Aku bertanya pada Mama, sewaktu beliau haji dulu, cuaca sungguh luar biasa panas, pernah mencapai 540C. Kita gak akan sanggup menginjakkan kaki di jalan tanpa alas kaki. Tapi begitu kita sampai di teras masjid, baik Masjid Nabawi maupun Masjidil Haram, lantainya tidak pernah terasa panas. Meski kepala kita masih terasa panas. Entahlah apakah karena bahan marmernya yang sangat bagus aku tidak tahu. Aku hanya menganggap ini salah satu anugerah Allah bagi orang-orang yang beribadah disana :)


Raudhah


 عن أبي سعيد الخذري قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم مَا بَيْنَ قَبْرِي وَمِنْبَرِي هَذَا رَوْضَةٌ
“Dari Abi Sa’id al-Khurdri ia berkata, “Rasulullah SAW bersabda, “Tempat di antara kubur dan mimbarku ini adalah Raudhah (kebun) di antara beberapa kebun surga”. (Musnad Ahmad bin Hanbal)
Ada bagian dari Masjid Nabawi yang merupakan salah satu tempat paling mustajab berdoa. Itulah Raudhah.  Ia berada di antara maqam Rasulullah dan mimbarnya. Jika karpet Masjid Nabawi biasanya berwarna merah, disini ditandai dengan karpet yang berwarna hijau, dan juga ada kubah berwarna hijau di bagian atasnya. Jika kita sudah sampai pada karpet hijau itu, berarti kita sudah berada di raudhah, dan dianjurkan untuk shalat sunnat dan berdoa disana.

Kata Mama, dulu raudhah ini bisa didatangi kapan saja oleh jamaah. Namun sekarang, karena perluasan masjid, raudhah ini menjadi bagian dari tempat shalat laki-laki. Hanya dibuka untuk perempuan di jam-jam tertentu, yaitu jam 09.00-11.00 dan 13.00-15.00 setiap harinya. Beruntunglah para lelaki..
Tempat ini selalu penuh sesak. Waktu itu alhamdulillah aku bisa kesana, alhamdulillah..setelah antri selama lebih kurang 2 jam. Saat shalat disana jangan heran kalau kepala kita dilangkahi sewaktu sujud, atau bahkan tertendang oleh orang yang lalu lalang. Karena itu tadi, selalu penuh sesak. Polisi masjidnya selalu siaga mengusir orang-orang supaya tidak terlalu lama disana, agar bisa bergantian dengan orang berikutnya.

Keamanan disini diperketat. Tidak diizinkan membawa kamera maupun handphone berkamera. Tapi itu hanya berlaku bagi perempuan. Aku heran awalnya kenapa larangan itu hanya berlaku bagi perempuan. Namun setelah aku pikir-pikir, mungkin ini bertujuan menjaga izzah para wanita. Contohnya, tidak sedikit disana para 'cadarer' yang membuka cadarnya di dalam masjid. Nah tentu mereka tidak mau wajah yang selalu berusaha mereka tutupi bisa beredar melalui potret-potret tidak sengaja dari orang lain.



Itulah Masjid Nabawi. Keren. Subhanallah. Keren!
Itu hanya sedikit hal yang bisa aku gambarkan. Begitu banyak isi hati ini yang meluap-luap setiap mengingat Masjid yang indah itu, namun mungkin tak tertuang di tulisan di atas.
Sungguh, aku ingin kembali kesana!

Friday, March 1, 2013

Diary Umroh 1 : Arrival

Alhamdulillah, tahun ini aku diberi kesempatan untuk berkunjung ke tanah suci bersama Papa, Mama, dan Mak Andung (Ibunya Papa) serta peserta rombongan umroh Nurzikrillah lainnya. Kami berangkat dari Padang di subuh buta menggunakan pesawat Garuda Indonesia ke Jakarta. Dilanjutkan dengan penerbangan Saudi Arabian Airlines pada pukul 13.00 WIB.

Lebih kurang kami punya waktu 5 jam untuk transit di Cengkareng. Kami di drop dulu oleh pihak travel ke Transit Hotel di terminal 2 dan disuguhi makanan dan petunjuk-petunjuk teknis keberangkatan. Nah, keluargaku menggunakan waktu ini untuk bertemu dengan kedua Uda dan Abangku yang tinggal di Jakarta. Kebetulan hari Minggu, mereka libur, sehingga mereka bisa datang kesana. 

Pukul 12.00 WIB kami semua mulai bersiap-siap ke dalam terminal. Mak Andung menggunakan kursi roda, karena kaki beliau yang memang sakit dibawa berjalan. Beliau sudah lama menderita osteoarthritis, sehingga lebih baik beliau menggunakan kursi roda. Aku yang mendorong Mak Andung selama proses imigrasi. Setelah itu, pihak pesawat yang memberikan pelayanan mendorong kursi roda sampai masuk pesawat.

Setelah di pesawat, aku melaksanakan shalat zuhur yg dijamak dengan ashar. Kebetulan aku sempat berwudhu di terminal tadi, jadi tinggal shalat aja di pesawat. Dan sementara menunggu-nunggu semua penumpang naik ke pesawat, aku sempat mengambil beberapa foto di dalam pesawat menggunakan kamera digital ku, merk sony. 

Pesawat pun mulai bergerak, aku menghentikan kegiatan potret memotret. Kembali duduk tenang dan berdoa untuk keselamatan perjalanan selama 9 jam 30 menit itu. 

Di perjalanan, aku kembali mengeluarkan kamera ku. Dan entah kenapa, kamera itu mendadak rusak. Hasil jepretannya jadi banyak garis-garisnya. Foto-foto sebelumnya baik-baik aja, namun tidak bisa lagi mengambil foto dengan hasil yang baik. Itu masih menjadi tanda tanya bagiku.

Aku jadi teringat kisah Mama sewaktu haji tahun 1995 dulu. Waktu itu masih menggunakan kamera biasa, yang pakai film gitu. Kamera Mama waktu itu merk Nikon, dalam keadaan baik. Nah, ada percakapan sat mereka di tanah suci, sesaat setelah mengambil foto menggunakan kamera tersebut, seseorang bertanya "lai ka jadi fotonyo tu?" (apakah fotonya bakal jadi?) lalu dijawab yang lain "lai mah.." (ada)
Dan sewaktu mereka di tanah air, saat akan mencetak foto-foto di kamera tersebut, semuanya hangus. Kecuali beberapa foto saat masih di tanah air saat akan berangkat dan saat sudah pulang. Apakah mungkin karena orang yang menjawab itu lupa mengucapkan kata 'insyaAllah'?? Wallaahualam..

Kembali ke urusan kamera ku, aku tidak tahu kenapa bisa tiba-tiba seperti itu. Entahlah mungkin ada terbersit di hati ini kesombongan bahwa kamera itu bagus atau gimana, aku tidak terlalu ingat. Tapi itu kan masih di Indonesia?? Entahlah.. Atau mungkin hanya karena aku menggunakannya saat mesin pesawat sudah hidup? Sehingga mungkin ada komponen-komponen dalam kamera tersebut yg rusak, apakah magnetnya atau apapun itu...aku tidak tahu.. 

Waktu Saudi Arabia (WSA) lebih telat 4 jam daripada Waktu Indonesia Barat (WIB). Alhamdulillah kami sampai dengan selamat di Prince Abdul Azis Airport, Madinah pukul 18.30 WSA. Masih agak terang.. Ahamdulillah.. aku menginjakkan kaki di negeri yang pernah didiami Raulullah SAW. Tidak terkira senang hati ini.. alhamdulillah alhamdulillah..

Setelah semua urusan di bandara selesai, kami disambut oleh pihak Nurzikrillah yang berada di Madinah. Ada Ustd. Anwar, Ustd. Basyar, dan Ustd. Ja'far. Mereka semua orang Indonesia yang sudah menetap di Saudi. Menjelang sampai di hotel, mereka bercerita beberapa hal tentang Madinah, dan tanah haram. Tanah yang pada hari kiamat nanti haram dimasuki oleh Dajjal, karena Allah sendiri yang menjaganya. Tentang kemuliaan Madinah dan Masjid Nabawi, selain Masjidil Haram di Makkah dan Masjid Al Aqsha di Palestine. Aku semakin tidak sabar berziarah kesana..walau pada kesempatan perjalanan kali ini aku tidak akan berkunjung ke Masjid Al Aqsha..tapi mungkin..suatu saat. InsyaAllah..

Bus kami pun sampai di hotel Anwar Movenpick. Kami dibawa dulu ke restoran. Setelah itu baru diantar ke kamar masing-masing. Aku sekamar dengan Mak Andung dan Buk Asnah. Di kesempatan lain insyaAllah aku akan bercerita tentang orang-orang di rombongan ini ;)

Aku mendapat kamar di lantai 8, nomor 8017. Aku masuk kamar...dan subhanallah... Dari jendelaku terlihat langsung Masjid Nabawi. Subhanallah indahnya.. aku tidak berhenti terkagum-kagum. Lampu-lampu di terasnya menambah indahnya arsitektur Masjid itu. Aku tidak sabar..malam itu aku, Mama, dan Papa shalat Isya yang dijamak takhir dengan maghrib disana, walau hanya di terasnya karena masjidnya sudah dikunci. Alhamdulillah :')
pemandangan dari kamar hotel - Masjid Nabawi