Dulu, ntah tahun berapa aku tak ingat, saat kembali ke Padang setelah hari raya Idul Fitri, muncul di pikiranku yang waktu itu masih seorang anak kecil, "selesai..lebaran selesai. Gitu aja? sekarang balik lagi ke rutinitas seperti biasa. Bosannyaa hidup ini.. tahun depan lebaran lagi, trus seperti biasa lagi,,huh...sampai mati akan seperti ini terus"
Seingatku, (semampu aku mengingat kejadian-kejadian yang ada dalam hidupku), aku belum pernah merasakan lebaran di kota Padang. Walau, aku bisa dibilang tidak pernah beranjak dari kota tersebut. Lahir, tumbuh, sekolah, semuanya di Padang (setidaknya sampai saat ini). Namun, ya, begitu..momen lebaran terlalu 'biasa' untuk dirayakan di Padang bagi orang yang punya kampung seperti aku. Setiap tahun selalu berganti-ganti. Jika tahun ini berlebaran di Padang Panjang, tahun depan mesti di Payakumbuh. begitu terus, ganti-gantian antara kampung Mama dan kampung Papa. Jika shalat 'ied nya dilakukan di Payakumbuh (Suliki lebih tepatnya), sore atau malam harinya kami harus segera berangkat ke Padang Panjang. Pokoknya adil..!
Kedekatan dengan keluarga? Jangan ditanya... Kami termasuk keluarga yang masih menjunjung tinggi adat istiadat Minangkabau. Silaturrahim antar keluarga, walau jika ditelusuri hubungannya ada pada kakeknya nenekku, tetap dijaga. Masalah panggilan juga sangat diatur oleh Mamaku. Tidak ada cerita suami dari Tanteku dari pihak Mama dipanggil 'Om', karena ia adalah 'Bapak', jadi panggilannya 'Pak Etek', walau sebagian orang berpikir akan lebih bagus kedengarannya jika panggilannya 'Om'. Seseorang yang seumuran Abangku pun bisa dipanggil 'Mamak', karena kedudukannya dalam silsilah keluargaku ternyata sejajar dengan Mamaku.
*
*
Lebaran, memang ditunggu-tunggu. Bisa aku sebut, Ramadhan dan Idul Fitri adalah poros kehidupan dalam setiap tahun. Bukan tengah tahun, walau disana ada momen kelulusan SPMB dan aku diterima di FK Unand dan Abangku di ITB. Bukan bulan April, Juli, atau Oktober, walau disana ada event wisuda. Bukan bulan Maret, walau bulan tersebut anniversary-nya Mama-Papa maupun hari pernikahan Uda ku. Bukan.. Seluruh waktu dan tenaga sepanjang tahun tercurah pada satu waktu. Hari kemenangan yang besar setelah sebulan penuh mengalahkan hawa nafsu. Kapan lagi saat berkumpul dengan keluarga besar dengan hati yang riang gembira dan insyaAllah telah berhasil diputihkan? Aku rasa non muslim pun iri melihat kita ummat Islam punya hari tersebut. Kita tidak sekedar menjalani hari-hari seperti biasa, dan tiba-tiba menghias pohon kemudian bersuka cita merayakan hari kelahiran seseorang entah siapa.
Lebaran bukan rutinitas. Selalu ada perasaan yang meluap-luap setiap ia datang. Entah apa yang kau cari dalam hidup jika kautidak bisa merasakan perasaan sejenis itu.
15 hari lagi.
Manfaatkan itu. Jangan kita sia-siakan kesempatan mensucikan diri pada bulan ini. Jangan rela jika hanya ikut-ikutan merayakan idul fitri, tanpa dapat merasakan esensinya.
Untuk yang jauh dari keluarga, pulanglah... Bayangkan senyuman mereka dan senyumanmu yang akan merekah saat bertemu nanti.