Pages

Thursday, October 22, 2009

30 September 2009,,,,,Peranmu Walau Statusmu Masih 'mahasiswa' Kedokteran

Bencana gempa di Padang-Pariaman tanggal 30 September lalu masih membekas jelas di benakku. Saat bencana itu terjadi, aku sedang dalam rapat presidium FSKI di mesjid kampus.

Waktu guncangan itu berlangsung, semua orang berhamburan keluar dari dalam ruangan. Banyak yang juga melaksanakan rapat atau sejenis pertemuan konsolidasi saat itu. Saat sudah di luar pun, banyak yang tersungkur ke tanah karena guncangan gempa yang dahsyat itu masih belum berhenti.
Seketika jalanan d sekitar kampus dipenuhi kendaraan-kendaraan yang entah datang dari mana. Aku yang sempat berniat pulang untuk menjemput Mama dan adikku pun tak bisa bergerak keluar. Akhirnya aku kembali ke dalam kampus, dan alhamdulillah aku dan seluruh keluargaku yang di Padang berkumpul disana.

Ada sudut pandang tersendiri yang bisa dilihat seorang mahasiswa kedokteran dalam menghadapi bencana ini. Perannya bukan lagi sekedar untuk dirinya ataupun keluarganya. Ilmu yang telah dimiliki telah membuatnya memperoleh tanggung jawab lebih.
Seperti malam itu. Sebagian besar penduduk Minahasa ataupun Jatirawang (di sekitar kampus) banyak yang mengungsi ke kampusku. Lapangan basket sudah berubah menjadi lapangan hamparan manusia. Tikar dari mesjid dibentangkan. Lampu dari genset dihidupkan. Shalat juga dilakukan disana, karena mereka masih takut-takut masuk ke mesjid.
Saat itu lumayan banyak anak-anak, juga orang lanjut usia. Aku melihat anggota Departemen Pengabdian Masyarakat dari BEM berkeliling memberikan sejenis balsem ataupun minyak kayu putih bagi yang membutuhkan. Juga anggota-anggota dari HET (Hippocrates Emergency Team) yang langsung menangani korban-korban luka ringan disana. Mereka memang sudah terlatih untuk itu --'emergency team'--. Dan juga beberapa mahasiswa yang mengajak anak-anak yang ketakutan berbicara untuk menenangkan mereka.

Malam itu aku bersama temanku, Dian, memutuskan untuk pergi ke rumah sakit (setelah dapat izin dari orang tuaku). Kami berjalan kaki kesana. Sepanjang jalan -yang sangat gelap-, kami menyaksikan jalanan banyak yang retak, reruntuhan poliklinik RSUP M. Djamil yang benar-benar ambruk (ruangan kerja Mamaku disana...hiks), dan bunyi-bunyi sirine ambulance yang dipacu dengan kecepatan tinggi menuju IGD. Di gerbang rumah sakit kami juga bertemu seorang teman seangkatan. Dia mengatakan bahwa dia berencana pulang ke kota asalnya, karena melihat kondisi kota Padang saat itu.

Menuju IGD, kami sedikit melihat-lihat ke dalam tenda. Di dalamnya sudah ada banyak pasien rawat inap yang diamankan kesana. Kami mendatangi seorang pasien laki-laki tua yang tidak berada di dalam tenda. Ternyata beliau adalah seorang pasien penyakit jantung. Namun tampak ketegaran di wajahnya, dan alhamdulillah keadaannya baik-baik saja.

Kami berjalan lagi. Di tepi jalan (yang biasanya digunakan sebagai jalan menuju tempat parkir), kami mendapati seorang co asst angkatan 2005 (baru masuk klinik beberapa bulan, mungkin baru 1 bulan) sedang menjahit luka yang lumayan panjang di punggung seorang laki-laki muda bersama seorang perawat. Laki-laki itu menelungkup di atas kasur yang diletakkan si atas jalan itu. Sepertinya ia diantar temannya yang waktu itu membantu memegangi lampu senter. Kami menawari bantuan pada Kak Lidya (Kakak co asst tersebut). Aku dan Dian pun ikut membantu walau sekedar memegangi infus atau mengambilkan minor set yang dibutuhkan. Selesai dijahit, tiba-tiba hujan mulai turun. Kami berempat masing-masing mengangkat sudut kasur dan memindahkan si pasien ke teras IGD. Pasien meringis kesakitan karena saat diangkat punggungnya agak berlipat. Namun alhamdulillah ia berhasil dipindahkan sebelum hujan terlalu lebat.

Kami berjalan lagi ke depan IGD. Kami bertemu dengan beberapa orang ikhwan 07. Waktu itu Uul dan Faisal sedang berdiri di samping tempat tidur seorang pasien, anak laki-laki bercelana seragam SMP yang kakinya sudah dibidai. Mereka menitipkan Agri (nama adek itu,,mudah-mudahan keadaanmu baik-baik saja sekarang dek....) pada kami. Kami lalu mengajaknya ngobrol. Dia bercerita bahwa tadi saat gempa dia sedang berada di sekolah, dan dia menyaksikan 2 orang temannya meninggal.
Sampai saat itu, dia belum bisa menghubungi keluarganya sekedar untuk memberi kabar. Aku lalu menanyakan apa keluarganya punya nomor CDMA atau tidak. Ternyata ada. Namun sayang, tetap tidak bisa dihubungi...
Agri sepertinya sedang haus. Kami merasa tidak bisa membantu, tidak tahu mau dicari kemana minuman di saat seperti itu. Akhirnya kami pergi meninggalkan Agri dan berjanji padanya kalau ada minuman akan kami antarkan.
Kami berjalan berkeliling teras depan IGD itu. Subhanallah, Allaahuakbar. Betapa kita harus bersyukur atas semua nikmat yang masih diberikan Allah pada kita. Semua pasien itu. Ada anak kecil yang patah tulang, ada seorang bapak tua yang darah tidak berhenti mengalir dari kepalanya walau sudah dibalut kassa yang tebal, seorang wanita yang matanya udem membiru, pasien pasca-sectio yang katanya sempat eklampsi yang sulit bernapas karena terus-terusan cairan keluar dari jalan napasnya (padahal menurut keluarganya keadaannya sempat membaik), dan banyak lagi.
Kami membantu apa yang kami bisa. Sedikit bantuan saja, seperti yang lebih dulu dilakukan adik-adik angkatan 2007, 2008, bahkan 2009 yang ada disana. Mereka berkumpul dan membungkus papan-papan kayu untuk bidai dengan kain kassa. Selain itu, kami juga diberi handscoen steril, saat kami membantu membersihkan cairan yang terus-terusan keluar dari hidung wanita pasca-sectio tadi.
Kemudian aku berjalan ke dalam IGD. Di pintu aku mendapati sebuah gallon minuman yang ditutup menggunakan botol minuman yakult. Aku teringat pada Agri. Aku lalu ke tempat -yang dulunya- resepsionis untuk mencari gelas. Alhamdulillah dapat. Sepertinya itu gelas perawat. Dan di dekat sana ada wastafel juga. Alhamdulillah lagi, airnya ada. Gelasnya aku cuci seperlunya dan kemudian kuisi air tadi dan diantarkan ke Agri. Dia sudah memakai selimut (waktu itu hujan lebat, sedangkan sebelumnya dia tidak memakai baju).

Makin lama makin banyak korban yang tak tertolong. Pilu rasanya menyaksikan seorang Ibu terduduk di samping jenazah anak gadisnya yang masih berseragam SMA yang dikotori pasir-pasir reruntuhan gedung tempat kursusnya...
Dan juga,,mungkin baru kali itu aku menyaksikan RJP (Resusitasi Jantung Paru) dalam situasi yang sebenarnya.
Ada seorang korban wanita. Yang terlihat olehku saat itu, kesadaran sudah apatis, lututnya sudah remuk dengan otot-ototnya yang terkoyak dan berisi banyak tanah. Seorang dokter lalu memeriksa reflek pupilnya,,sepertinya masih ada,lalu segera dicari pembuluh darahnya untuk diguyur dengan cairan. Mungkin sudah kolaps (pembuluh darahnya), karena dokter itu susah menemukan pembuluh darahnya. Dan anak-anak HET juga membantu mencari di tungkai bawahnya. Akhirnya didapatkan (yang di lengan), langsung diguyur. Dan 2 orang co asst melanjutkan dengan RJP selama beberapa menit. Namun sayang, tetap tak tertolong.
Usaha pun dihentikan.

Makin malam, kami juga semakin bingung akan melakukan apa. Makanan dan minuman pun tak ada. Untungnya ada beberapa ikhwan yang membawakan teh botol, dahaga pun sedikit terobati.


Kami pun terperangkap disana, tidak bisa kembali ke kampus karena hujan lebat dan kami tidak punya payung. Namun, saat sudah lumayan reda (sekitar pukul 12 malam lewat), kami memutuskan untuk menerobos hujan. Lalu berjalan menuju kampus. Dan di jalan pulang ternyata ada sebuah warung yang buka. Kami lalu membeli minuman dan beberapa kue disana.

Sesampai di kampus, ternyata semua pengungsi di lapangan basket tadi sudah beranjak ke dalam mesjid dan gedung biomedik untuk tidur. Kami tidur disana, dan berencana besoknya akan menjadi relawan di BSMI...kalau kami dibutuhkan.

8 comments:

Anonymous said...

Yeah.. namaku ada...
sebuah pengalaman berkesan ada bersamamu malam itu. mungkin akan bedanya jadinya kalau saat itu aku sendiri/bersama teman lain/bersama keluargaku.
saat itulah kembali tercetus perasaan bahwa memang kita bukan lagi memiliki tanggung jawab untuk diri kita sendiri. lebih terasa aplikasi rasa syukurku atas selamatnya jiwa dan raga. Keyakinan bahwa pasti ada yang bisa kita lakukan walaupun cuma hal kecil, semoga bisa meringankan penderitaan para korban walau sedikit, dan semoga bisa membuatku semakin bersyukur dan termotivasi untuk menambah ilmu ini.

emilia90 said...

iya Diaaannnnn...semoga..
amin amin

tentang berita menakutkan yg qt dngr dr Akh Akhnal td..qt hanya bisa berserah diri pada Allah..tak ada yg bisa kita lakukan kecuali tetap waspada..
hamasah...!
aku mohon maaf smua kesalahanku ya...


^_^ ^_^

Anonymous said...

yah.... itu bnar.... rasa tnggngjwb itu memanggil2 drku.... tp tak bs jg ktngglkn ne2kq..... T_T
untk mbyrnya akhrny driq ikt ma ambln tuk jd rlwn k priamn..... :-)

emilia90 said...

ya Sosis anonymous...tak apa
aku selalu salut padamu betapa dirimu seorang cucu yg berbakti....

Anonymous said...

M 6,9-8,9...

28 plus minus 3 itu ya..

Janganlah sampai..

emilia90 said...

ya, mudah2an nggak..

dhilafluosa said...

subhanallah..
aku nggak kebayang kalau kejadiannya separah ini..
wah, jadi deg2an rasanya ikut turun ke lapangan dengan situasi seperti ini..

salam kenal kak..^^

emilia90 said...

@dila
ini Dila yg mana dek?
iya....luar biasa skali suasana saat itu...sangat terasa syukur qt saat melihat keadaan org lain yg mnjadi korban musibah trsebut...