Pages

Thursday, December 24, 2009

Dimana Kita?

Baru beberapa kali aku pulang dari kampus ke rumah melewati pasar raya darurat. Pasar raya yang hancur karena gempa sedang direnovasi, sehingga dibuatlah los-los penjual seadanya di sepanjang jalan, dan menyisakan jalan seukuran satu mobil untuk dilewati angkot-angkot.
Belakangan aku memang lebih sering menggunakan mobil atau sepeda untuk ke kampus, jadi tidak pulang melewati jalur tersebut.

Baru saja memasuki kawasan itu, bau-bau amis sudah tercium. Tampaklah gunungan sampah organik seperti sayur-sayuran yang sudah busuk dan buah-buahan yang sudah pecah di tong sampah raksasa yang tak mampu lagi menampung semuanya.

Mobil mulai beringsut-ingsut karena jalanan yang sangat kecil. Sementara semua supir angkot masih terus bersaha mencari penumpang di sepanjang jalan. Saat itulah mata ini mulai memperhatikan dengan seksama pemandangan pasar siang itu.
Tak ada wajah-wajah ceria disana. Yang ada hanyalah wajah-wajah keras, putus asa, letih, dan mengantuk.

Kuperhatikan seorang lelaki tua dan seorang pemuda duduk menunggu pembeli yang tak kunjung datang di dalam losnya. Mereka hanya menjual rempah-rempah, yang mungkin, keuntungan yang bisa mereka dapatkan dalam setiap penjualan hanyalah ratusan rupiah

Seorang lelaki tua tremor berdiri di samping meja yang di atasnya tersusun berbungkus-bungkus garam yang hendak ia jual. Matanya menatap jauh dan kosong, sementara kepala tidak mau berhenti bergerak

Ibu-ibu yang berjualan di tepi jalan, hanya memakai sarung, baju, dan tutup kepala yang sudah lusuh. Kulitnya sudah keriput, jalannya sudah bungkuk

Berbelok ke jalan permindo, mulai tampak pemandangan berbeda. Anak-anak muda berpakaian modis dan berpakaian sekolah hilir mudik bercanda tawa bersama teman-temannya dan membeli aksesoris-aksesoris tidak penting. Padahal mungkin saja penjual-penjual di pasar tadi adalah orang tua atau kakek-nenek mereka.

Dimana aku???

Aku hanya bisa duduk diam menyaksikan semua itu



Bahkan terkadang sewaktu mengendarai mobil pribadi ke kampus masih sering mengeluh karena keadaan mobil yang sangat panas ketika baru saja dinaiki
Masih memikirkan ingin membeli baju baru, atau belum punya jilbab warna itu, atau keberatan ketika harus berjalan di saat siang yang terik membakar kulit
Masih memikirkan ingin pergi jalan-jalan karena bosan dengan hidupku yang begini-begini saja


Betapa berdosanya
Astaghfirullahal'adziim...
Bersenang-senang dengan seluruh harta yang dipunya di saat ada -bukan ada,tapi banyak-saudara kita muslimin dan muslimat di luar sana hidup dengan kecemasan setiap harinya karena takut tidak bisa membawa pulang nasi untuk makan anak-anaknya
Mungkin bisa dimaklumi jika bersenang-senang dengan harta tersebut, karena itu juga hasil jerih payah sendiri. Tapi bagaimana tentang mengeluh? Pantaskah?


Ampuni hamba Ya Allah...


Semoga kita tidak termasuk orang yang kufur nikmat....

No comments: